Jumat, 25 Desember 2020

Kejahatan E-COMMERCE Di Indonesia

Dalam beberapa dekade terakhir ini, banyak sekali perbuatan-perbuatan pemalsuan (forgery) terhadap surat-surat dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan bisnis. Perbuatan-perbuatan pemalsuan surat itu telah merusak iklim bisnis di Indonesia. Dalam KUH Pidana memang telah terdapat Bab khusus yaitu Bab XII yang mengkriminalisasi perbuatan-perbuatan pemalsuan surat, tetapi ketentuan-ketentuan tersebut sifatnya masih sangat umum.  Pada saat ini surat-surat dan dokumen-dokumen yang dipalsukan itu dapat berupa electronic document yang dikirimkan atau yang disimpan di electronic files badan-badan atau institusi-institusi pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Seyogyanya Indonesia memiliki ketentuan-ketentuan pidana khusus yang berkenaan dengan pemalsuan surat atau dokumen dengan membeda-bedakan jenis surat atau dokumen pemalsuan, yang merupakan lex specialist di luar KUH Pidana.

Di Indonesia pernah terjadi kasus cybercrime yang berkaitan dengan kejahatan bisnis, tahun 2000 beberapa situs atau web Indonesia diacak-acak oleh cracker yang menamakan dirinya Fabianclone dan naisenodni. Situs tersebut adalah antara lain milik BCA, Bursa Efek Jakarta dan Indosatnet (Agus Raharjo, 2002.37).

Selanjutnya pada bulan September dan Oktober 2000, seorang craker dengan julukan fabianclone berhasil menjebol web milik Bank Bali. Bank ini memberikan layanan internet banking pada nasabahnya. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar dan mengakibatkan terputusnya layanan nasabah (Agus Raharjo 2002:38).

Kejahatan lainnya yang dikategorikan sebagai cybercrime dalam kejahatan bisnis adalah Cyber Fraud, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan melakukan penipuan lewat internet, salah satu diantaranya adalah dengan melakukan kejahatan terlebih dahulu yaitu mencuri nomor kartu kredit orang lain dengan meng-hack atau membobol situs pada internet.

Menurut riset yang dilakukan perusahaan Security Clear Commerce yang berbasis di Texas, menyatakan Indonesia berada di urutan kedua setelah Ukraina (Shintia Dian Arwida. 2002).

Cyber Squalling, yang dapat diartikan sebagai mendapatkan, memperjualbelikan, atau menggunakan suatu nama domain dengan itikad tidak baik atau jelek. Di Indonesia kasus ini pernah terjadi antara PT. Mustika Ratu dan Tjandra, pihak yang mendaftarkan nama domain tersebut (Iman Sjahputra, 2002:151-152).

Satu lagi kasus yang berkaitan dengan cybercrime di Indonesia, kasus tersebut diputus di Pengadilan Negeri Sleman dengan Terdakwa Petrus Pangkur alias Bonny Diobok Obok. Dalam kasus tersebut, terdakwa didakwa melakukan Cybercrime. Dalam amar putusannya Majelis Hakim berkeyakinan bahwa Petrus Pangkur alias Bonny Diobok Obok telah membobol kartu kredit milik warga Amerika Serikat, hasil kejahatannya digunakan untuk membeli barang-barang seperti helm dan sarung tangan merk AGV. Total harga barang yang dibelinya mencapai Rp. 4.000.000,- (Pikiran Rakyat, 31 Agustus 2002).

Namun, beberapa contoh kasus yang berkaitan dengan cybercrime dalam kejahatan bisnis jarang yang sampai ke meja hijau, hal ini dikarenakan masih terjadi perdebatan tentang regulasi yang berkaitan dengan kejahatan tersebut. Terlebih mengenai UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Internet dan Transaksi Elektronika yang sampai dengan hari ini walaupun telah disahkan pada tanggal 21 April 2008 belum dikeluarkan Peraturan Pemerintah untuk sebagai penjelasan dan pelengkap terhadap pelaksanaan Undang-Undang tersebut.

Disamping itu banyaknya kejadian tersebut tidak dilaporkan oleh masyarakat kepada pihak kepolisian sehingga cybercrime yang terjadi hanya ibarat angin lalu, dan diderita oleh sang korban.

Upaya  penanggulangan kejahatan e-commerce sekarang ini memang harus diprioritaskan. Indonesia harus mengantisipasi lebih berkembangnya kejahatan teknologi ini dengan sebuah payung hukum yang mempunyai suatu kepastian hukum. Urgensi cyberlaw bagi Indonesia diharuskan untuk meletakkan dasar legal dan kultur bagi masyarakat indonesia untuk masuk dan menjadi pelaku dalam pergaulan masyarakat yang memanfaatkan kecanggihan dibidang teknologi informasi.

Adanya hukum siber (cyberlaw) akan membantu pelaku bisnis dan auditor untuk melaksanakan tugasnya. Cyberlaw memberikan rambu-rambu bagi para pengguna internet. Pengguna internet dapat menggunakan internet dengan bebas ketika tidak ada peraturan yang mengikat dan “memaksa”. Namun, adanya peraturan atau hukum yang jelas akan membatasi pengguna agar tidak melakukan tindak kejahatan dan kecurangan dengan menggunakan internet. Bagi auditor, selain menggunakan standar baku dalam mengaudit sistem informasi, hukum yang jelas dan tegas dapat meminimalisasi adanya tindak kejahatan dan kecurangan sehingga memberikan kemudahan bagi auditor untuk melacak tindak kejahatan tersebut. Adanya jaminan keamanan yang diberikan akan menumbuhkan kepercayaan di mata masyarakat pengguna sehingga diharapkan pelaksanaan e-commerce khususnya di Indonesia dapat berjalan dengan baik.

Kasus-kasus cybercrime dalam bidang e-commerce sebenarnya banyak sekali terjadi, namun ditengah keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia aparat hukum dibidang penyelidikan dan penyidikan, banyak kasus-kasus yang tidak terselesaikan bahkan tidak sempat dilaporkan oleh korban, sehingga sangat dibutuhkan sekali kesigapan sistem peradilan kita untuk menghadapi semakin cepatnya perkembangan kejahatan dewasa ini khususnya dalam dunia cyber.

Untuk mencapai suatu kepastian hukum, terutama dibidang penanggulangan kejahatan e-commerce, maka dibutuhkan suatu undang-undang atau peraturan khusus mengenai cybercrime sehingga mengatur dengan jelas bagaimana dari mulai proses penyelidikan, penyidikan sampai dengan persidangan.

Diharapkan aparat penegak hukum di Indonesia lebih memahami dan “mempersenjatai” diri dengan kemamampuan penyesuaian dalam globalisasi perkembangan teknologi ini sehingga secanggih apapun kejahatan yang dilakukan, maka aparat penegak hukum akan dengan mudah untuk menanggulanginya dan juga tidak akan terjadi perbedaan persepsi mengenai penerapan suatu undang-undang ataupun peraturan yang telah ada, dan dapat tercapainya suatu kepastian hukum di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

Ancaman keamanan di dunia maya kian berkembang. Namun, di satu sisi, kesadaran pengguna Internet untuk melindungi data-data mereka di ranah online semakin meningkat pula. Banyak lembaga menyadari kebutuhan akan strategi keamanan cyber yang mampu menangani risiko-risiko yang mengancam bisnis mereka.

Dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Raffles Hotel, Jakarta Selatan, Selasa, 10 Mei 2016, Manager Field System Engineer Web Fraud Protection Andre Iswanto menyebutkan lima ancaman cyber yang paling umum bagi bisnis online.

1. MALWARE

Malware merupakan alat yang paling sering dimanfaatkan kriminal di seluruh dunia untuk mendapatkan akses pada sistem dan data rahasia. Dalam bisnis online, modus operandi ini kerap disusupkan ke laman situs e-commerce untuk mencuri data para pelanggan.


2. SERANGAN APLIKASI

Menggunakan kredensial dan informasi curian, serangan ini mampu menargetkan celah-celah keamanan di dalam aplikasi web, terutama pada situs e-commerce dan perbankan. Biasanya pelanggan akan diarahkan pada situs web palsu yang dapat menyedot informasi pribadi. Data inilah yang kerap digunakan oleh penjahat cyber.

3. SERANGAN BOTNET

Ini adalah skema yang cukup canggih. Dengan memanfaatkan serangan bruteforce serta algoritma dan botnet yang canggih, para penjahat cyber berusaha mencuri berbagai data transaksi milik korban, lalu menjualnya secara online.

4. ANCAMAN ORANG DALAM

Ancaman di dalam perusahaan sendiri juga banyak terjadi. Akses masuk ke dalam situs perusahaan yang tidak begitu aman memudahkan penjahat mengakses berbagai data rahasia perusahaan melalui akun karyawan.

5. SERBUAN TRAFIK

Jenis serangan melalui trafik yang besar ini kerap dimanfaatkan para penjahat cyber untuk membuat sistem jaringan suatu web kewalahan. Jenis serangan ini merupakan yang paling umum dilakukan penjahat cyber.


Sabtu, 05 Desember 2020

 

Perkembangan Mengenai E-commerce Di Indonesia 

     Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki kisah sukses terbaik. Meskipun pernah menghadapi gejolak ekonomi dalam Krisis Keuangan 1997, Indonesia saat ini adalah salah satu negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Fokus utama ekonominya adalah ekspor barang-barang seperti tekstil, mobil, peralatan listrik, minyak, dan gas. 

    Akhir-akhir ini pun, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan negara. Diperkirakan, akan ada 50 juta pengguna internet baru di Indonesia setiap 5 tahunnya. Mengapa? Karena Indonesia termasuk negara dengan pengguna sosial media tertinggi di dunia.

    Menurut laporan McKinsey, sektor e-commerce Indonesia sudah menghasilkan lebih dari 5 miliar dolar dari bisnis formal e-tailing dan lebih dari 3 miliar dolar dari perdagangan informal. Di Indonesia, bisnis e-tailing contohnya adalah Tokopedia, Bukalapak, JD.id, Lazada, dan Shopee. Sebaliknya, perdagangan informal melibatkan pembelian dan penjualan barang melalui cara tidak resmi seperti penggunaan sosial media dan platform pengiriman pesan seperti WhatsApp dan Facebook. Hal seperti ini di Indonesia biasa disebut sebagai online shop.

    Tidak seperti di negara lain, perdagangan informal atau perdagangan sosial berkembang pesat di Indonesia. Bahkan, menurut data terbaru, perdagangan sosial menyumbang 40% dari semua penjualan e-commerce di Indonesia. Ini menunjukkan bahwa banyak pemain e-commerce besar seperti Tokopedia dan Lazada belum sepenuhnya menembus pasar e-commerce di negara ini.


    Di antara alasan e-commerce mengalami peningkatan yang begitu cepat di Indonesia salah satunya adalah adanya peningkatan yang cepat dari penggunaan smartphoneSmartphone jauh lebih terjangkau dibandingkan komputer dan laptop yang membuatnya mudah diakses oleh sebagian besar orang Indonesia. Ada sekitar 70% pengguna internet negara ini adalah pengguna smartphone. Laporan McKinsey menyoroti bahwa hampir 75% pembeli online di Indonesia menggunakan smartphone.


    Di sisi lain, pertumbuhan perdagangan informal dapat dikaitkan dengan muda-mudi Indonesia yang mengerti digital. Statistik menunjukkan bahwa anak muda Indonesia adalah pengguna sosial media yang rajin. Negara ini memiliki jumlah pengguna Facebook terbesar keempat di dunia dengan 122 juta orang dan memiliki salah satu populasi terbesar pengguna Instagram. Indonesia juga merupakan negara terbesar kelima dalam hal pengguna Twitter. Dengan begitu banyak pengguna sosial media, tidak mengherankan terjadi perdagangan informal yang besar di negara ini.

    Sektor e-commerce Indonesia sedang berkembang, jumlah penjual online di Indonesia meningkat dua kali lipat setiap tahun selama tiga tahun terakhir dan mencapai total 4,5 juta penjual aktif di tahun 2017. Sekitar 99% di antaranya adalah usaha mikro dan setengahnya merupakan bisnis online saja tanpa ada toko fisik.


    Sementara itu, e-commerce di Indonesia akan semakin besar ke depannya. Pasar e-commerce Indonesia diproyeksikan tumbuh delapan kali lipat dari 2017 hingga 2022 dengan total belanja electronic tail yang meningkat dari 5 miliar dolar menjadi 425 miliar dolar. Pengeluaran social commerce diperkirakan akan tumbuh dari 3 miliar dolar menjadi 15 miliar hingga 25 miliar dolar. Seiring dengan semakin banyaknya digitalisasi yang diperkirakan akan terus terjadi, ekonomi digital dapat menjadi salah satu pilar utama perekonomian Indonesia di masa depan. Hal ini tentu dapat menjadi peluang yang baik bagi tiap marketer untuk memulai bisnisnya dengan e-commerce.

    Subscribe newsletter kami di sini untuk mendapatkan tips & perkembangan seputar email marketing gratis. Baca juga artikel-artikel lain di blog MTARGET dan jangan lupa bergabung di channel Telegram MTARGET untuk informasi lainnya seputar MTARGET dan berita-berita terbaru.
(H.A)

 

PrestaShop   adalah bebas open source e-commerce solusi. Perangkat lunak ini diterbitkan di bawah Lisensi Open Software. Hal  ini ditulis da...